Tampilkan postingan dengan label Pendidikan.. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan.. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 Juni 2024

Arsitektur di Era Digital 5.0

Arsitektur di Era Digital 5.0

Di era digital 5.0, arsitektur mengalami transformasi signifikan. Teknologi digital telah menjadi bagian integral dari proses desain dan konstruksi, memungkinkan arsitek untuk menciptakan struktur yang lebih efisien, berkelanjutan, dan responsif terhadap kebutuhan manusia. Dengan kemajuan seperti Building Information Modeling (BIM), Artificial Intelligence (AI), dan Internet of Things (IoT), arsitektur tidak hanya tentang estetika, tetapi juga tentang integrasi teknologi canggih yang meningkatkan kualitas hidup.


Peran Teknologi Digital dalam Arsitektur

Teknologi digital telah mengubah cara arsitek bekerja. Dari sketsa manual ke desain berbantuan komputer (CAD), dan sekarang ke BIM, setiap langkah maju telah meningkatkan presisi dan efisiensi dalam desain arsitektur. BIM, misalnya, memungkinkan arsitek untuk membuat model digital yang detail dari bangunan yang belum dibangun, memfasilitasi kolaborasi antara arsitek, insinyur, dan kontraktor, dan mengoptimalkan manajemen proyek (1).


Integrasi AI dalam Arsitektur

AI telah membuka kemungkinan baru dalam desain arsitektur. Dengan kemampuan untuk menganalisis data besar dan menghasilkan solusi desain, AI membantu arsitek dalam menciptakan bangunan yang lebih adaptif dan responsif terhadap lingkungan serta penghuninya. AI juga memainkan peran penting dalam analisis performa bangunan, memungkinkan desain yang lebih berkelanjutan dan efisien energi (2).


IoT dan Bangunan Pintar

IoT telah memungkinkan bangunan untuk menjadi ‘pintar’. Sensor dan perangkat terhubung mengumpulkan data secara real-time, memungkinkan bangunan untuk menyesuaikan kondisi internal seperti pencahayaan dan suhu untuk kenyamanan penghuni. Ini tidak hanya meningkatkan pengalaman penghuni tetapi juga mengurangi konsumsi energi dan dampak lingkungan (3).


Society 5.0 dan Arsitektur

Society 5.0 membawa visi integrasi antara dunia fisik dan digital. Dalam konteks arsitektur, ini berarti menciptakan ruang yang tidak hanya fisik tetapi juga terhubung secara digital, memberikan pengalaman yang kaya dan interaktif bagi penghuni. Teknologi seperti AI dan IoT memainkan peran kunci dalam mewujudkan visi ini (4).


Tantangan dan Peluang

Meskipun ada banyak peluang, era digital 5.0 juga membawa tantangan. Isu seperti privasi dan keamanan data harus ditangani dengan hati-hati. Selain itu, ada risiko kesenjangan digital, di mana akses terhadap teknologi ini tidak merata di seluruh masyarakat (2).



Content credentials

Generated with AI ∙ June 13, 2024 at 12:24 AM


Kesimpulan

Arsitektur di era digital 5.0 adalah tentang harmonisasi antara estetika dan teknologi. Ini adalah era di mana bangunan tidak hanya tempat tinggal atau bekerja, tetapi juga entitas yang CERDAS yang dapat berinteraksi dengan penghuninya. Dengan pendekatan yang tepat, arsitektur dapat memainkan peran penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada masa depan.


Referensi:

1. Tobias Togar Mebanua et al., “Arsitek di Era Digital: Dunia Perancangan Arsitektur Melalui Ruang Digital,” Universitas Kristen Duta Wacana

2. “Era Society 5.0: Transformasi Digital Masyarakat Menuju Masa Depan,” artikelpendidikan.id

3. “Arsitektur di Era Digital,” Kompasiana.com

4. “Society 5.0: Pengertian, Ciri-ciri, dan Bedanya dengan Masyarkat 4.0,” kumparan.com

Kamis, 22 April 2010

Bimbingan Pendidikan Anak & Remaja, LeTTe', Makassar

YaH!!! bersama SEICY foundation,,,

Kami PEDULI masa depan BANGSA, melalui langkah kecil ini.
Kami SALUT dengan SEMANGAT mereka,
Kami YAKIN mereka MAMPU menggapai semua mimpi - mimpi...NYA,
Kami PERCAYA kelak MASA DEPAN BANGSA ada di tangan mereka,  dan....
Kami adalah bagian kecil dari se-kelompok...>>>'geng aksi sosial yang selalu peduli dengan masa depan bangsa ini'...,

Insya ALLAH, melalui LANGKAH KECIL ini KAMI bisa mengubah se-isi DUNIA,,,AMIN Ya Robb al ALAMIN.


 
semangat anak & remaja LeTTe', Makasar, ketika akan Mulai BELAJAR....///


Motivational Series, untuk anak-anak & remaja LeTTe'


Semoga ALLAH SWT senantiasa meluruskan Niat & Langkah KITA, AMIN Ya Robb al Alamin.








Kamis, 03 September 2009

Sekolah KEHIDUPAN

Untuk menjadi kaya, semua orang bisa instan melakoni. Namun, tidak siapa saja siap menjadi orang miskin.
Orang miskin baru kian banyak. Penganggur baru menambah bengkak angka kemiskinan. Bisa jadi, itu sebabnya, selain angka bunuh diri tinggi, tiga dari sepuluh orang Indonesia tercatat terganggu jiwanya.
Tidak siap hidup susah beresiko sakit jiwa. Ada cara sederhana menekan resiko sakit jiwa. Sejak kecil anak dibuat “tahan banting”. Katahanan jiwa anak harus dibangun. Untuk itu jiwa butuh “imunisasi”.

Menerima Kenyataan
Sejak kecil anak diajar lebih membumi. Yang gagal kaya rela menerima kenyataan yang belum pernah hidup susah diajar prihatin sedari kecil. Kandati kecukupan, tidak semua yang anak minta perlu diberi. Anak dilatih merasakan kegagalan.
Tugas orang tua dan guru mengajak anak berempati pada kesusahan orang lain. Hidup tak luput dari berbagai stresor. Tak semua stresor jelek. Agar jiwa menjadi tahan banting, stresor dibutuhkan. Anak perlu mengalami seperti apa tekanan hidup, konflik, kegagalan, rasa kecewa, dan krisis dalam hidup. Seperti Vaksin, biasakan anak memilkul aneka stresor yang bikin jiwanya kebal seandainya kelak hidup susah.
Tanpa dilatih hidup susah, anak yang terbiasa hidup berkecukupan tak tahan banting. Lebih banyak orang sukses lahir bukan dari keluarga kecukupan. Hidup prihatin membuat jiwa tegar bertahan melawan kesusahan. Hidup susah membangun mimpi ingin lepas dari rasa kapok menjadi orang susah. Demi mengubah mimpi menjadi kenyataan, spirit kerja kerapun dipecut.
Einstein percaya, untuk sukses diperlukan lima persen (5%) otak, selebihnya keringat (perspirasi). Tapi, kenyataannya di Indonesia, khusunya di Nunukan ini menggunakan hanya satu persen (1%) saja masih sangat sulit, bahkan hampir tidak tampak. Spirit kerja keras menjadi milik orang yang tidak pernah puas pada PRESTASI yang diraih. Seperti bangsa Troya dulu pembangunan Jepang dan Korea lebih pesat ketimbang bangsa sepantarnya karena memiliki “virus” n-Ach (need-for-Achievement) yang tinggi.
“Virus” n-Ach ini, bisa ditularkan kepada anak lewat asuhan dan pendidikan. Bacaan yang memuat nilai kehidupan, termasuk mendongeng, pendidikan berdisiplin, dan keteladanan orang yang lebih tua. Itu modul – modul kehidupan agar anak tau juga hidup susah.

Jiwa Getas
Kebiasaan meloloh anak dengan kelimpahruahan tidak melatih anak merasakan gagal, kecewa, rasa ditekan, rasa konflik atau rasa krisis. Tanpa tempaan stresor jiwa getas. Jika jiwa getas, orang rentan stres. Bila tidak terlatih hidup berdamai dengan stres, hidup beresiko gagal andai harus jatuh miskin.
Tak ada sekolah yang mengajarkan menjadi orang miskin. Tak pula ada kursus memampukan anak terbiasa hidup berdamai dengan stres. Yang bisa kita lakukan adalah mengasuh dan mendidik anak – anak agar menjadi tahan banting. Mandat ini harus ada di pundak setiap orang tua.
Tidak semua anak kecukupan pernah mengalami stresor. Dalam pendidikan mosern anak sengaja dihadapkan pada stresor buatan. Ada pelatihan diam – diam, dalam suasana berkemah atau outbond diciptakan situasi krisis. Mobil sengaja dibuat mogok di tengah hutan pada malam hari, atau kehabisan makanan selagi camping.
Dihadang stresor buatan, anak dilatih bagaimana bereaksi, beradaptasi, agar mampu lolos dari rasa panik, rasa takut, rasa tidak enak berada dalam situasi darurat. Ini bagian dari upaya membuat kebal jiwa anak. Bila jiwa tahan banting, sontekan stres kecil mungkin diatasi dengan bunuh diri. Kini semakin banyak kasus bunuh diri hanya karena alasan enteng. Gara – gara ditinggal pacar, tidak naik kelas, ditolak / dipecat dari tempat kerja, sebab jiwa tidak terlatih untuk memikulnya. Maka jiwa perlu digembleng.

Kerja Keras
Menggembleng berarti menunjukkan rasa arah hidup prihatin, selain berdisiplin. Hidup berdisiplin berarti menjunjung tinggi kebenaran, memikul tanggung jawab, kerja keras, serta mampu menunda kepuasan.
Menunda kepuasan bentuk keunggulan sebuah bangsa. Bangsa unggul memiliki “virus” n-Ach tinggi. Anak yang diasuh dan di didik dengan nilai – nilai “virus” n-Ach, menyimpan bekal sukses. Itu kelihatan, misalnya; dari cara makan. Anak denga n-Ach tinggi menyisihkan yang enak dimakan belakangan, yang tidak enak dimakan dulu. Tugas berat dikerjakan dulu, yang enteng belakangan. Bersakit – sakit dulu bersenang – senang kemudian, jangan bersakit – sakit kemudian karena KELAKUAN. Hal inilah yang menjadi kredo bangsa maupun daerah yang sukses.
Agar tahu hidup susah, anak diajak memahami bahasa hidup bukan uang semata. Tidak semua semerbak kehidupan bisa dipetik dengan uang. Kebahagiaan tertinggi hanya terpetik setelah orang mampu merasa bersyukur meski menjadi orang biasa (mengutip Gede Prama).
Sukses hidup sejati tak mungkin terpetik instan. Jiwa potong kompas, ingin lekas kaya, tumbuh dari budaya instan. Bukan rasa arah yang benar saja yang perlu ditanamkan saat membesarkan anak, tetapi harus benar pula menempuhnya di mata Tuhan.

Anak disiapkan menjadi insan linuwih (terinternalisasi penuh super-egonya) dengan cara mengempiskan egonya sekecil mungkin. Rekayasa sosial (social engineering) diperlukan dengan meyuntikkan “vaksin” hidup prihatin. Perlu pula penyubur super-ego agar kendati hidup susah masih merasa bahagia.
Hanya bila bibit linuwih dipupuk sejak kecil, sekiranya hidup susah tak tergoda memilih serong. Kendati tak banyak harta, uang, atau kuasa, ke arah manapun hidup memandang merasa tetap “kaya”. Mampu legawa, bersyukur dan merasa bahagia sudah pula meraih Oscar kehidupan kendati mungkin hanya menjadi orang biasa (dikutip dari tulisan HANDRAWAN NADESUL)

SEKARANG, bagaimana kita berterima kasih kepada SEKOLAH UNIVERSITAS KEHIDUPAN yang telah mengajarkan kita banyak HAL (SRIE_OPINION).